Kota Sawahlunto merupakan salah satu Kabupaten/Kota yang dilalui rute event Tour de Singkarak. Sejak dilangsungkannya event balap sepeda international yang terbesar di Indonesia ini, kota dengan julukan Kota Arang ini turut berpartisipasi memeriahkan dan selalu memberikan yang terbaik. Di bawah tangan dingin Ir. Amran Nur selaku walikota, Sawahlunto selalu mendapat perhatian yang luar biasa selama berlangsungnya event Tour de Singkarak.
Kota ini selalu memberikan palayanan terbaik dalam setiap penyelenggaraan event yang sudah berlangsung sejak empat tahun lalu itu. Pada event tahun 2013 ini, kota yang memiliki visi Menjadi Kota Wisata Tambang Berbudaya ini menjadi tuan rumah untuk garis start pada Stage 5 tanggal 6 Juni 2013. Seperti bisa, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwanda turut hadir pada saat acara berlangsung dengan berbagai atraksi seni yang memukau.
Di akhir masa jabatan walikota Sawahlunto, Amran Nur merasa bangga dengan penyelenggaraan event Tour de Singkarak yang selama ini dilangsungkan. Tidak hanya sebagai ajang promosi bagi Sumatera Barat, namun juga mendorong Pemko Sawahlunto untuk meningkatkan pelayanan akomodasi terutama penginapan. Setidaknya, dengan adanya event ini telah melahirkan Hotel Parai City Garden di kota ini serta semakin menjamurnya homestay. Rasa bangga juga dirasakan Sawahlunto mengingat satu satunya kabupaten/kota diluar Kota Padang dan Bukittinggi yang mampu menampung atlet dan official untuk penginapan.
“Meski kota Sawahlunto tidak memiliki hotel berbintang, namun untuk akomodasi penginapan atlet dan official dapat dilakukan. Kami memberikan pelayanan yang baik sama halnya dengan pelayanan hotel berbintang dan itu telah dibuktikan dengan penyelenggaraan event Tour de Singkarak sebelumnya,” kata Amran Nur.
Kota Sawahlunto terletak pada 95 km sebelah timur laut kota Padang dengan dikelilingi oleh 3 kabupaten di Sumatera Barat, yaitu kabupaten Tanah Datar, kabupaten Solok, dan kabupaten Sijunjung. Kota ini memiliki luas 273,45 km² yang terdiri dari 4 kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari 54.000 jiwa. Pada masa pemerintah Hindia-Belanda, kota Sawalunto dikenal sebagai kota tambang batu bara. Kota ini sempat dikuatirkan akan mati dan berubah menjadi kota hantu yang mulai ditinggal eksodus oleh penduduknya setelah penambangan batubara dihentikan.
Saat ini kota Sawahlunto berkembang menjadi kota wisata tua yang multi etnik, sehingga menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia. Di kota yang didirikan pada tahun 1888 ini, banyak berdiri bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Sebagian telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat dalam rangka mendorong pariwisata dan mencanangkan Sawahlunto menjadi “Kota Wisata Tambang yang Berbudaya”.
Kota Sawahlunto terletak di daerah dataran tinggi yang merupakan bagian dari Bukit Barisan dan memiliki luas 273,45 km². Dari luas tersebut, lebih dari 26,5% atau sekitar 72,47 km² merupakan kawasan perbukitan yang ditutupi hutan lindung. Penggunaan tanah yang dominan di kota ini adalah perkebunan sekitar 34%, dan danau yang terbentuk dari bekas galian tambang batu bara sekitar 0,2%.
Tahun 1990, wilayah administrasi kota Sawahlunto diperluas dari hanya 0,778 km² menjadi 27,345 km² dan membawa konsekuensi jumlah penduduknya meningkat. Sehingga pada tahun 1995, jumlah penduduk kota Sawahlunto mencapai 55.090 orang. Pada tahun 2012, jumlah penduduk Kota Sawahlunto mencapai 58.000 jiwa.
Penduduk kota Sawahlunto saat ini didominasi oleh kelompok etnik Minangkabau dan Jawa. Etnik lain yang juga menjadi penghuni adalah Tionghoa dan Batak. Sejak dijadikannya Sawahlunto sebagai kota tambang batu bara atau sejak didirikannya kota ini pada abad ke-19, pemerintah Hindia-Belanda mulai mengirim narapidana dari berbagai penjara di Indonesia ke kota Sawahlunto sebagai pekerja paksa, sehingga sekitar 20.000 narapidana telah dikapalkan ke Sawahlunto. Pekerja paksa inilah yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Orang Rantai.
Kota Sawahlunto memiliki banyak bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Sebagian bangunan telah ditetapkan oleh pemerintah setempat sebagai cagar budaya dan objek wisata, salah satunya adalah Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto. Bangunan tua lainnya adalah Kantor PT Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin yang dibangun pada tahun 1916. Bangunan ini memiliki menara pada bagian tengah dan di sekitarnya terdapat taman yang dikenal sebagai Taman Segitiga.
Selain itu, dapur umum yang sebelumnya dapat memproduksi makanan setiap waktu untuk ribuan pekerja paksa dan stasiun kereta api sebagai tempat dilakukannya aktivitas pengangkutan batu bara dijadikan museum pada tahun 2005. Masing-masing dinamakan Museum Gudang Ransum dan Museum Kereta Api Sawahlunto. Sedangkan bangunan pusat pembangkit listrik yang didirikan pada tahun 1894, sejak tahun 1952 dijadikan masjid dengan nama Masjid Agung Nurul Islam atau dikenal sebagai Masjid Agung Sawahlunto.
Masjid ini memiliki satu kubah besar di tengah yang dikelilingi oleh empat kubah dengan ukuran yang lebih kecil, dan memiliki menara yang tingginya mencapai 80 meter.
Penyelenggaraan event Tour de Singkarak memberi arti penting bagi Sumatera Barat umumnya dan Kota Sawahlunto khususnya mengingat semakin dikenalnya kota ini di dunia pariwisata international. Semua ini tidak terlepas dari peran media yang telah memberikan informasi yang benar baik dari sisi berita olah raganya maupun dari sisi berita pariwisata.